My Post

Minggu ini khusus unsur budaya "Sistem Religi"

Rabu, 02 Januari 2013

Sunset Hill



          Cari tempat jogging sambil menikmati pemandangan yang indah? Berarti Sunset Hill  pilihan tepat. Yep!  Pemandangan alam dan hotel – hotel jadi andalan yang ditawarkan bukit berkonsep tumbuhan ilalang yang terletak di Campuhan, Ubud ini.
                 Well, bukit ini pas banget dinikmati saat sore hari, soalnya kita bisa berolahraga plus ngerasain tiupan angin sore hari. Pokoknya nih, pas jogging di sini, dijamin kita nggak bisa “diam” melihat pemandangannya. Apalagi, kalau matahari mulai merunduk ke barat. Wah, semuanya harus diabadikan…
                 Baru dibuka untuk umum sejak than 1800-an, tapi Sunset hill  langsung jadi salah satu tempat favorit para remaja, baik remaja dalam negeri ataupun luar negeri untuk cycling, jogging, picnic, ngobrol dan bersantai, bahkan jalan bareng doi.
                 Saat bersantai di sini, ada area khusus yang dibuat di bawah pohon rindang, berupa petak – petak tempat duduk. Ya, kalau kita ingin merasakan suasana yang tenang dan sejuk. Melihat ke kutub utara dan selatan, hijaunya bukit membawa kesejukan. Coba kita lihat ke arah barat dan  timur. Ada Villa dan Hotel yang megah, plus mini poolnya juga. Di bawah ada sungai yang mengalir tenang. Wooow…. keren banget!
                 Jangan Tanya soal jalan menuju ke sana. Kita bisa menginjakan kaki di sunset hill dengan sangat mudah. Dari jalan raya Bangkiang Sidem lurus ke selatan. Tenang saja, sudah ada petunjuk jalan yang akan membantu. kita tinggal mengikutinya, hingga akhirnya kita sampai di bagian depan bukit tersebut. Hmm, ngomongin jalan, ternyata ada jalan kedua juga lho. Yah,bisa juga dari SMK Putra bangsa Ubud, kemudian melewati jembatan di sebelah Pura Gunung Lebah. Untuk memasuki area bukit, tinggal ikuti jalan setapak ke utara.
                 Kebayang kok, kalau Sunset Hill setiap harinya ramai pengunjung, bahkan kita mesti menyiapkan tiket masuk pada saat hari raya. Seperti hari raya Galungan dan Kuningan. Biasanya kalau hari raya dan hari libur, parkiran penuh banget. Tetapi kalau hari – hari biasa free entry kok!
                 Alternatif lain yang patut dicoba jika melakukan perjalanan adalah mengunjungi art shop sepanjang jalan menuju sunset hill. Keseniannya ada yang berupa lukisan dengan berbagai aliran, patung – patung khas Bali, pakaian khas pasar seni Sukawati, Accessories unik, dan pernak – pernik seni lainnya. Anyway, harganya terjangkau banget lho dari Rp.20.000-Rp.100.000, khusus untuk wisatawan lokal.
                


Dendam Lama, Dua warga Keliki “Masiat”


            Dipicu dendam lama, dua orang warga Banjar Keliki, Desa Keliki, Tegallalang, Gianyar, masiat (berkelahi). Walau tak sampai berakibat fatal, kejadian menjelang pergantian tahun itu sempat membuat warga gempar. Kasus tersebut kini masih dalam penanganan pihak polsek Tegallalang.
            Yang membuat warga kaget karena mereka yang terlibat perkelahian sudah termasuk paruh baya, yakni I Made Papal (39) dan I Nyoman Pengit (40). Perkelahian terjadi di Tegalan milik nyoman Pengit, tepatnya Sabtu (29/12) sekitar pukul 09.00.
            Dari hasil penyelidikan polisi terungkap bahwa perkelahian bermula ketika Made Papal bermaksud mengusir burung yang menyerbu padinya dengan menggunakan ranting pohon kering. Tanpa disengaja ranting pohon itu menyambar tubuh Nyoman Pengit  yang sedang menanam ketela di kebunnya yang bersebelahan dengan sawah milik Made Papal.
            Lantaran sudah saling bermusuhan, kekagetan Nyoman Pengit membaur dengan luapan emosinya dan mencoba melemparkan cangkul ke arah Made Papal. Tapi Papal cukup sigap. Dia tak hanya berhasil menghindar, tapi sempat menangkap cangkul dan bersarang di genggamannya.
            Nyoman Pengit  langsung berlari ke sawah Papal dan setelah berada di pondok milik Papal dia langsung menghampiri. Tanpa babibu dia kemudian melepaskan satu kali pukulan yang mendarat di pelipis kiri lawannya. Tak hanya itu, dia juga sempat mencekik leher Papal dan menggigit pundak kirinya. Serangan itu sempat membuat Papal terjatuh, dan ketika melihat lawannya tersungkur Pengit segera kabur.
            Kejadian tersebut menjadi sedikit unik karena kemudian Papal ditolong oleh Istri Pengit, I Wayan Sebung (35). Sempat pulang ke rumahnya, Papal yang mengalami luka pada pelipis dan pundak kirinya akhirnya lapor polisi. “Memang saya yang melempar ranting pohon kering duluan, tetapi itu tak disengaja. Soalnya saya tidak melihat ada orang disebelah sawah saya,” katanya kepada petugas.

Susu Segar di hari Libur



I



nilah susu idola setiap musim libur sekolah di depan Hardy’s Grosir, Singaraja, Bali. Tak heran kalau pedagang ini selalu ramai pengunjungnya.
Setahun Sekali
            Pedagang Susu Telur Madu Jahe (STMJ) di kota Singaraja hanya buka setahun sekali. Tahun 2012 ini buka mulai tanggal 24 September sampai 31 Desember. Lokasi itu dimeriahkan oleh 15 pedagang. sebagian besar menjual aneka minuman. Ada juga yang menjual kue, kado – kado natal, hiasan pohon natal, dan aneka makanan ringan.
            Sejak pedagang Susu ini dibuka, para pengunjung biasanya sudah ramai datang ke sana.
            Pengunjungnya ada yang datang dari luar Bali juga, lo. selain STMJ, aneka susu khas kota Malang juga selalu diserbu pembeli.
STMJ
            Di Singaraja susu ini dikenal dengan nama  STMJ. Susu ini mulai dibuat di kota Malang sekitar tahun 1988. Sekarang sudah ada di Bali juga. Karena99 rasanya yang enak dan hangat, susu telur madu jahe ini langsung bisa digemari banyak orang. Rupanya jahe itu bisa menghangatkan tubuh di musim dingin. Lama kelamaan susu ini menyebar ke berbagai daerah.  Jenis dan rasanya pun beragam. Ada coklat, strobery, melon, apel, dan kacang. Ada susu yang hangat dan dingin. Menjelang musim hujan di bulan Desember susu ini dikemas dalam bentuk yang sangat menarik. Misalnya beruang, pohon natal, dan aneka tokoh kartun.
            Semakin hari tampilan susu telur madu jahe semakin menarik. Kemasan yang cantik dengan warna – warni di dalamnya membuatnya tambah cantik. Susunya bisa bikin tubuh sehat lo. Mau susu terur madu jahe aneka rasa sekarang? ayo buruan ke kota Singaraja. Di sini ada y ang menjualnya.

Jumat, 28 Desember 2012

Mari kita geser status "galau" yang mendominasi di tahun 2012. Galau yang nge-hits itu adalah suatu kata yang negatif banget. Galau itu identik dengan perasaan sedih, bingung, dan moody. Biasanya nih, kalau kita lagi galau jadinya gak semangat untuk melakukan aktivitas kita. Padahal sebenarnya gak se-terpuruk itu lho... Tapi karena sudah keburu menyandang status galau, jadinya bingun dan moody kita seperti dikali seribu dan membuat kita seolah nggak bisa berpikir secara positif :)

Selasa, 18 Desember 2012

Nyoman Bered, Belut Hidupku


            Tatkala sang mentari kembali pulang ke peraduannya bumi pertiwipun gelap gulita, hanya kerlip bintang yang bertaburan di atas birunya langit. Semua makhluk terlelap dalam mimpi indahnya, namun sesosok pria masih tetap bertarung di tengah sawah demi sesuap nasi di esok hari. Tak ada teman tak ada sanak keluarga hanya dinginnya malam yang masih mau menemaninya, di bawah sinar rembulan pak tua itupun memasang perangkap belut berharap para penghuni sawah terperangkap di dalammnya.
            Pak Nyoman Bered (70) tak pernah menyangka kalau aktifitas itu bisa dijalaninya sampai sekarang pasalnya pada bulan November lalu di tengah sawah ia terjebak dalam hujan lebat disertai semburan petir tiada henti. Hujan lebat yang disertai angin membuat lampu senter yang dibawanya mati, tidak ada yang dapat beliau lakukan dalam kegelapan kecuali menunggu hujan badai tersebut reda. “Saat itu saya sangat takut sebab beberapa hari lalunya ada penangkap belut yang nyaris tersambar petir akibat hujan badai yang terjadi” ungkapnya. Namun alangkah senangnya suami dari Alm. Ni Made Takir (74) itu ketika tengah malam hujan badai itu reda, dan iapun bisa kembali menepi dengan selamat.
            Beliau mengawali karirnya sebagai penangkap belut sejak kecil, ia tidak sempat menamatkan sekolahnya karena masalah biaya, hingga ia harus turun ke dunia kerja di usia sedini itu dan memilih profesi sebagai pencari belut. Bapak itu mengaku sejak kecil ia memang suka berburu, karena sewaktu ia kecil penghasilan menangkap belut hanya cukup untuk mengatasi perekonomian keluarganya. “Memang dulu penghasilan dari menangkap belut itu lumayan, sampai-sampai waktu masih muda saya bisa bikin rumah dari hasil menangkap belut, tapi sayang gek sejak tahun 1999 penghasilan saya merosot tajam” ceritanya. Setelah saya telisik lebih jauh ternyata alasan utama kemerosotan penghasilan penangkap belut itu adalah semakin punahnya binatang ini di sawah dan harganya semakin mahal. Maka dari itu masyarakat jarang mengonsumsi belut dan beralih ke jenis makanan yang lain.
            Meskipun dengan penghasilan seadanya pria yang tinggal di Banjar Keliki itu, tak pernah mengeluhkan profesinya sebab dari hasilnya menangkap belut ia mampu bertahan hidup meski harus berhutang di mana-mana. “Saya hanya tinggal sebatang kara di rumah ini, anak saya hanya satu dan sudah menikah. Dia tinggal di rumah suaminya” tuturnya dengan polos. Pak tua yang berpostur tubuh kurus itu juga mengungkapkan bahwa pendapatannya selama ini tidak pernah mengcukupi, penghasilannya yang tidak tetap membuatnya harus mencari pekerjaan sampingan. “Pendapatan saya toidak  tentu, sesuai musimnya,  kalau lagi musimnya semalam saya bisa dapat 100.000, tapi kalau lagi ndak musimnya saya tidak dapat apa - apa, makanya saya nyari kerjaan sampingan jadi kuli bangunan” ungkapnya.
            Pak Bered sendiri adalah mantan pejuang bangsa yang pernah tertindas dalam pemberontakan G30S/PKI.  Namun, dengan taktik yang beliau lakukan, akhirnya beliau bisa lolos dalam penganiayaan tersebut. Sangat disayangkan sekali, kedua orang tuanya menghilang semenjak kejadian tersebut. “Saya sangat merindukan mereka”, tuturnya. Profesi menangkap belut merupakan tradisi turun – temurun. Orang tuanyalah yang mengajari cara menangkap belut. 1/4 kg  belut beliau jual seharga Rp.7.000,00.
            Banyak kendala yang dialaminya selama kurang lebih 70 tahun menangkap belut, masalah cuaca, kekurangan alat, semakin punahnya binatang ini, karena banyak sawah – sawah yang dijadikan pemukiman, jarak ke sawah (sekitar 200 meter), termasuk pula masalah fisik beliau yang semakin lemah, “Maklum lah gek susah menjaga stamina agar tetap sehat jika terkena angin malam” ungkapnya serius.
            Diakhir pembicaraan kami sempat bergurau, tanpa sadar kami menanyakan apakah Pak Bered berkeinginan untuk banting setir? Jawaban yang sungguh menakjubkan kami dengar dari sosok pencari belut tangguh itu “Tidak” ungkapnya tegas. Katanya beliau sudah mencintai profesi itu, memang terkadang tak ada penghasilan sedikitpun tetapi ketika ada belut yang tertangkap rasanya seperti mendapat mutiara dari putri duyung, apalagi di zaman sekarang semuanya serba uang. Pak Bered pun memiliki harapan besar untuk kehidupannya di usianya yang semakin tua. Akan tetapi, harapan tinggal harapan “mau gimana lagi gek, harapan sih besar tapi tenaga sama modal sudah ndak ada”. Kini Pak Bered hanya bisa bermimpi untuk meningkatkan taraf hidupnya, semua ia serahkan kepada yang di atas, karena beliau yakin usianya tidak akan lama lagi dan ia hanya hidup sebatang kara.