Desa Pekraman Keliki merupakan satu dari tujuh desa yang terdapat di
kecamatan Tegallalang, kabupaten Gianyar.
Desa ini terletak di persimpangan daerah pariwisata dan bahkan sudah
menjadi daerah persinggahan para tamu mancanegara. Dengan adanya banyak
kunjungan tamu mancanegara, maka desa ini berusaha memberikan pelayanan agar
memuaskan para tamu mancanegara yang datang berwisata ke desa tersebut. Salah satunya adalah perluasan jalan dari
pangkal desa menuju ujung desa Keliki. Jalan yang diperluas ini adalah jalan
pintas yang melewati sema atau
kuburan dan disebelah kuburan terdapat villa
khusus disewakan untuk tamu mancanegara yang ingin bermalam di sana.
Tepat di hari raya Kajeng Kliwon,
tanggal 22 November 2012 lalu, seorang pengemudi
buldoser dikagetkan oleh Penemuan sebuah batu permata berwarna merah
atau mirah di bawah pelinggih (tempat suci umat beragama
Hindu). Seorang pengemudi buldoser, Allimudin yang kerap disapa Allim dalam penjelasannya
mengatakan, karena sebuah mesin yang digunakan untuk meratakan tanah menyenggol
pelinggih tersebut. Sehingga pelinggih yang berada tepat di sebelah
jurang yang berdekatan dengan pura “duur gunung” Desa Pekraman Keliki,
kecamatan Tegalllalang kabupaten Gianyar.
Allimudin bermaksud untuk meratakan tanah yang ada di
dekat jurang. Di sebelah timur jurang tersebut terdapat sebuah pelinggih. Secara tidak sengaja
pelinggih tersebut disenggol oleh mulut buldoser. Pada akhirnya pelinggih
tersebut runtuh dan serpihannya jatuh ke jurang. Alimudin yang sedang
mengemudikan doser merasa kaget dan menghampiri mulut jurang. Dia tidak
mengetahui bahwa benda yang jatuh ke jurang itu adalah bangunan pelinggih yang
di sakralkan oleh penduduk di desa Keliki. Hal ini dimaklumi oleh masyarakat
setempat, sebab Alllimudin sendiri kepercayaannya adalah agama Islam. Setelah Allim
mengetahui bahwa itu merupakan bangunan sakral, dengan langkah yang agak
tergesa - gesa pengemudi buldoser itu mencari sumber berdirinya bangunan yang
telah runtuh tersebut, yang tersisa hanyalah batu permata berwarna merah. “Tanpa
berpikir panjang saya segera mengambilnya dan memasukan ke dalam kantong celana
saya.”, ujarnya. Namun, ketika Allim beristirahat makan siang dengan buruh
pekerja jalan yang lainnya, tiba – tiba ia merasakan sesuatu yang bergerak –
gerak di dalam celananya. Karena merasa geli, ia segera berdiri. Ia merasakan
sesuatu yang bergerak itu di kantong celananya (tempat menyimpan mirah yang ia
temukan tadi). Dengan perlahan Allim memasukan
tangannya ke dalam kantong celana yang dipakainya. Ternyata, seekor ular
berwarna merah dengan tatapan mata yang tajam menatap mata seorang pengemudi buldoser
yang kebingungan ini. “ Saya sangat terkejut dan segera melepaskan ular tersebut,”
ujar Alimudin.
Menurut Ida Pedanda, pemuka agama hindu di desa keliki,
ular tersebut merupakan “due” atau ida bhatara yang berstana di pelinggih atau
bangunan suci tersebut. Mirah atau batu permata yang ditemukan dan diambil
secara diam - diam itu adalah lambangnya. Jero mangku Mertha yang dikenal
sebagai orang suci menambahkan, jika bangunan suci itu tidak dibangun kembali,
maka akan berdampak negatif terhadap
masyarakat setempat. Walaupun tuhan ada di mana – mana, umat beragama hindu
selalu melambangkannya dengan sebuah simbol, salah satunya adalah pelinggih.
“Tidak hanya manusia yang butuh tempat tinggal, “ tandasnya.
lalu apakah pelinggih itu sudah dibangun lgi sekarang??
BalasHapuswah bagus nie isi blog nya,, jadi menambh wawasan, ingan kunjungan balik nya
BalasHapushttp://blogger-iwayanmardiana.blogspot.com/